Menguak Istilah Rasm Utsmani

rasm ustmani

Oleh Nindhya Ayomi

(Artikel ini ditulis untuk para penulis Al-Qur’an)

Rasm yang terletak dalam mushaf Utsmani merupakan salah satu rahasia yang terletak dalam penulisan mushaf Al-Qur’an terkait beberapa kalimat dalam Al-Qur’an yang ditulis oleh sahabat dalam mushaf Utsmani dengan model khusus yang berbeda dari kaidah penulisan imla, yaitu meliputi kaidah penghapusan (hadzf), penambahan (ziyadah), penulisan ha (hamz), penggantian (badal), penyambungan (Washl), pemisahan (Fasl).

Pembahasan mengenai rasm Utsmani tidak akan pernah terlepas dari Mushhaf Utsmani. Mushaf Utsmani ditulis pada era Utsman bin Affan sebagai kodifikasi Al-Qur’an yang ketiga, melihat banyaknya umat Islam kala itu yang saling menyalahkan bacaan antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya itu, sebagian orang bahkan mengkafirkan sebagian yang lain akibat perbedaan bacaan dan sedikitnya pengetahuan umat tentang bacaan Al-Qur’an yang diturunkan dengan lahjah yang lain. Oleh karena itu, Utsman bin Affan meminta Zaid bin Tsabit untuk menuliskan kembali Al-Qur’an dengan satu lahjah, satu bahasa, yaitu lahjah Quraisy. Setelah proses pentashihan yang panjang hingga dibentuk tim kodifikasi Al-Qur’an, mushaf yang dituliskan oleh Zaid disebar ke berbagai kota. Mushaf ini kemudian disebut sebagai mushaf Utsmani hingga sekarang karena penulisannya dilakukan pada era Utsman bin Affan atas perintahnya.

Sebagaimana Al-Qur’an yang disebarkan menggunakan satu lahjah yang telah disepakati, penulisan yang digunakan pada tiap mushaf yang disebarkan pun menggunakan satu model Rasm, yang selanjutnya disebut dengan rasm mushaf Utsmani, agar umat Islam dapat membaca Al-Qur’an melalui satu bentuk tulisan. Karena, perbedaan qiraat akan menyebabkan perbedaan rasm yang dtulis. Oleh karena itu, Utsman bin Affan mengirimkan imam kepada masing-masing kota untuk mengajarkan tentang cara pembacaan mushaf Utsmani dengan rasmnya. Untuk itulah, penulisan Al-Qur’an pada masa setelahnya wajib mengikuti rasm Utsmani.

Hal ini dilakukan melihat perbedaan tulisan dan rosm pada beberapa mushaf sebelum masa kodifikasi Utsman. Diantaranya penulisan ((لئن أنجانا)) dalam surah Al-An’am yang ditulis menggunakan alif pada mushaf Kufi, sedangkan pada mushaf lainnya menggunakan huruf ta setelah ya ((أنجيتنا)). Perbedaan yang lain ditemukan dalam  ayat ((كانوا أشدهم منهم قوة)) pada beberapa mushaf, sedangkan dalam mushaf Syami ditulis dengan menggunakan kaf ((منكم)). Dan beberapa kalimat lain seperti menghilangkan alif pada kaidah yang semestinya, mengganti ya dengan alif dan sebagainya.

Ada perbedaan pendapan mengenai rasm Utsmani, sebagian mengatakan itu merupakan bentuk ijtihat sahabat. Pendapat yang lain mengatakan bahwa pada masa Rasulullah SAW, Rasulullah SAW sendiri yang mendiktekan Zaid bin Rsabit dalam penulisan Al-Qur’an melalui talqin dari Jibril alaihi salam. Seperti penulisan wakhsyaunii dalam surah Al-Maidah ditulis dengan huruf ya’ sedangkan dalam surah Al-Maidah dengan menghapusnya (ya) pada dua tempat di dalamnya. Sedangkan dalam riwayat lain mengatakan bahwa penulisan rasm Utsmani sesuai talaqi dengan Rasulullah pada masa kodifikasi awal, bukan bentukan baru yang dibuat sahabat semata.

Sedangkan terkait hukumnya, tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama Semuanya sepakat bahwa penulisan ayat A-Qur’an wajib mengikuti rasm mushaf Utsmani, khususnya bagi mereka yang awan terhadap qiraat yang berbeda dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini, Baihaqi mengatakan bahwa siapa saja yang ingin menulis mushaf, maka ia harus mengikuti penulisan yang tertulis di dalamnya, dalam hal ini berarti rasm mushaf Utsmani. Sedangkan untuk anak kecil yang sedang belajar Al-Qur’an, sebagian ulama memperbolehkan untuk tidak mengikuti rasm Utsmani agar mempermudah dalam pembelajarannya.

Muhammad Thahir menuliskan dalam bukunya Tarikhul Qur’an wa Gharaib Rasmihi tentang tiga kelebihan dalam pemakaian rasm Utsmani. Pertama, membantu umat khususnya era modern dalam tata cara penulisan mushaf. Kedua, menghindari keraguaan dalam penulisan dalam lahjah yang berbeda seperti yang dituliskan sebelumnya. Ketiga, untuk mengetahui makna yang harus dipotong atau disambung dalam beberapa kalimat Al-Qur’an.   

Salah satu bentuk rasm utsmani dapat dilihat dari penulisan basmalah yang menghilangkan 3 alif di dalamnya. Pertama, alif dalam penulisan بسم kedua alif dalam penulisan الله ketiga alif dalam penulisan الرحمن, dengan bacaan sesuai dengan kaidah mad dalam pekaidah penulisan yang kita tahu, yaitu باسم اللاه الرحمان الرحيم.

Bentuk lainnya dapat dilihat dari kalimat ((الملئكة)), ((الإنسن)), ((الشيطن)), ((الصرط)), ((العلمين)) dengan menghilangkan alif dan digantikan dengan tanda mad disetiap huruf yang dibaca panjang.

Dalam rasm Utsmani juga ditemukan beberapa bentuk penulisan asing, seperti:

Rasm pada kalimatأفإين مات   ditulis dengan penambahan huruf ya sebelum nun

Rasm pada kalimat والسماء بنينها بأييد dan kalimat بأييكم ditulis dengan dua huruf ya pada dua kata yang berbeda.

Rasm pada kalimat سأوريكم دار الفيقين ditulis dengan menambahkan huruf wawu setelah alif

Rasm pada kalimat وجايء يومئذ بجهنم dengan menambahkan hurud alif setelah jim. Dan masih terdapat beberapa penulisan asing dalam rasm Utsmani. Untuk itu, Muhammad Thahir dalam bukunya secara khusus menjelaskan secara terperinci mengenai ayat-ayat yang tertulis menggunakan rasm Utsmani.

Rasm Utsmani merupakan rasm khusus yang digunakan dalam penulisan ayat Al-Qur’an atau mushaf, sedangkan dalam penulisan harian tidak dipergunakan karena bentuk penulisannya yang berbeda dari kaidah imla. Kecuali pada beberapa kalimat dan kata yang sering digunakan dalam keseharian. Seperti kalimat: ((بسم الله الرحمن الرحيم)), ((لا إله إلا الله)), ((الله)), ((ذلك)), ((هأنتم)), ((هؤلاء)) dan lainnya, menggantikan tulisan dalam kaidah imla, seperti ((باسم اللاه الرحمان الرحيم)), ((لا إلاه إلا اللاه)), ((اللاه)), ((هاذا)), ((ذالك)), ((ها أنتم)), ((ها ألاء)).

Melihat penulisan mushaf yang ditulis dengan rasm Utsmani berbeda dengan penulisan kaidah imla, maka dianjurkan bagi para penulis Al-Qur’an untuk memperhatikan rasm Utsmani sebelum menuliskan ayat, untuk menghindari kesalahan dalam penulisan. Karena jika penulisan hanya mengandalkan hafalan semata, maka ditakutkan akan terdapat perbedaan dalam rasm yang dituliskan.