Pandangan Malik bin Nabi Terhadap Westernisasi di Dunia Islam

Oleh: Alhafidh Nasution

Perkembangan Westernisasi, telah memberi pengaruh yang sangat luas di dalam ranah pemikiran keagamaan, tidak hanya di dunia Islam akan tetapi tersebar keseluruh belahan dunia timur. Seperti yang telah dipahami bahwa Westernisasi itu sendiri merupakan gerakan yang dilancarkan oleh Barat untuk menyebarkan paham mereka dengan tujuan menjauhkan manusia jauh dari ajaran agama yang dianut. Minimal ada dua paham utama yang mereka coba kembangkan, yaitu: Sekulersime dan Liberalisme Agama.

Sekulersime sendiri adalah satu paham yang memisahkan antara urusan agama dan urusan pemerintahan. Harvey Cox dalam bukunya “ The Secular City” menyatakan bahwa: “implies a historical process, almost certainly irreversible, in which society and culture are delivered from tutelage to religious control and closed metaphysical world-views. We argued that it is basically a liberating development. Secularism, on the other hand, it is the name of an ideology, a new closed world-view which functions very much like a new religion”.[1] Jika Westernisasi ini terus dipaksakan di dunia Islam dengan cara memisahkan antara urusan agama dan dunia maka apa yang di pahami oleh Harvey Cox tentang Sekularisme ini akan memberi dampak kepada pemahaman umat Islam terhadap agamanya.

Di sisi yang lain bahwa Liberalsime juga menjadi agenda penting di Barat yang coba dikembangkan. Kebebasan adalah dasar dari paham ini, dimana setiap individu memiliki hak yang sama dengan tanpa batas. Ada pun konsekuensinya adalah agama yang harusnya mengatur kehidupan manusia menjadi tidak diindahkan karena manusia bebas melakukan apa saja yang ia mau. Ini-lah yang terjadi di Barat, Agama Kristen yang mayoritas dianut oleh penduduknya sekarang ini semakin ditinggalkan, bahkan gereja di beberapa Negara Eropa kosong dari pengunjung.

Yang menjadi persoalan belakangan ini juga adalah dimana penomena Westernisasi  sepertinya semakin marak terjadi, tidak hanya di kalangan cendikiawan bahkan banyak pemikir-pimikir Islam yang terjerumus ke dalam paham ini. Dengan alasan Moderenisasi Islam, mereka tidak segan-segan mengkritik Islam denga metode-metode Barat, sampai berani mempertanyakan sakralitas atau kemurnian Al Qur’an dan mempertanyakan kebenaran riwayat Hadis Nabi. Hal ini-lah yang mendorong Malik bin Nabi untuk menulis berkaitan tentang kritiknya terhadap mereka yang mengikuti paham Barat Sekular.

Pada dasarnya Bin Nabi tidak anti terhadap Barat akan tetapi yang menjadi permasalahannya adalah ke khawatiran beliau terhadap generasi muda yang mengkaji Islam dengan cara pandangan Barat. Seperti yang disebutkan dalam salah satu buku “ Azzāhirah Al Qur’aiyah” : Sungguh mengherankan apa yang telah banyak dilakukan oleh kaum muda Islam, mereka banyak mengambil pemahaman keagamaan itu justru dari pengkaji Barat, dengan kedok moderenisasi pemahaman Islam.[2] Namun, Wersternisasi ini telah menjadi krisis yang serius melanda peradaban Islam, bahkan telah mengakar di beberapa belahan dunia Islam. Bin Nabi memberi contoh nyata pemikir yang telah terpengaruh oleh Barat. Misalnya; Zaki Mubarak[3] dan Doktor Thaha Husain di Mesir.

Oleh karena itu, Malik bin Nabi menyadari betul hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja perlu untuk mengembalikan agar umat Islam kembali kepada world-view Islam yang tidak terpengaruh oleh paham-paham yang bisa membuat umat Islam jauh dari pandangan keIslaman.


[1] Harvey Cox, The Secular City, Secularization and Urbanization in Theological Perspective, ( The United Kingdom, Prencenton University, 2013), hal. 25.

[2] Malik bin Nabi, Zānir al Qur’aniyah, ( Damaskus: Dar al Fikr, 2000), hal. 54.

[3] Namun, di akhir hayatnya dikabarkan bahwa Zaky Mubarak kembali kedalam pangkuan pandangan Islam.