Target Doktoral AFI Lahirkan Wisudawan Tahun Ini

Ahad pekan lalu (19/9), program studi Doktoral Aqidah dan Filsafat Islam mengadakan monitoring dan evaluasi akbar di Hall Senate UNIDA Gontor. Acara ini terasa istimewa karena selain dihadiri oleh seluruh dosen prodi doktoral, turut menghadiri pula Pimpinan Pondok dan Rektor UNIDA, beserta beberapa Dosen Luar Biasa yang menghadiri lewat daring maupun datang di tempat. Di antara dosen luar biasa yang tampak ikut mengisi barisan depan pertemuan kali ini adalah Prof. Dr. Mudjia Raharjo dan Prof. Dr. Roem Rowi yang ikut memberi nasihat dan motivasi dalam acara monitoring ini

Kedatangan para dosen luar biasa dalam monitoring kali ini tidak disia-siakan begitu saja. Tak ayal, moderator pun memberikan kesempatan kepada setiap dosen luar biasa untuk memberikan nasihat dari pengalaman beliau di masa menyusun disertasi dulu. Ustadz Roem mengawali ceritanya dengan menekankan bahwa 1 tahun sangat cukup untuk menyelesaikan disertasi dengan pendampingan intensif kepada promotor. Beliau menegaskan bahwa niat mengikuti doktoral harus selalu diperbarui, jangan sekedar mencari ijasah maupun “ijab-sah”, namun lebih jauh berniat thalabu-l-‘ilmi lillah untuk mengabdi bernilai ibadah. Prof. Dr. Hamid Fahmy Zarkasy, M.Ed, M.Phil, rektor UNIDA, pun mengomentari bahwa dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah apapun, yang lama justru jeda tidak menulis, bukan proses menulisnya.

Prof. Dr. Mujia Raharjo di kesempatan selanjutnya ikut berbagi pengalaman dengan menyarankan untuk menambah mata kuliah untuk menunjang disertasi. Hal ini didasari pola pikir bahwa disertasi ini bukanlah kepentingan pribadi, namun lebih luas lagi untuk kepentingan kampus dan pengembangan ilmu. Kesemangatan mahasiswa untuk menulis sangat dipentingkan, karena menurutnya 90 persen kualitas disertasi S3 berada di tangan mahasiswa calon doktoral. Hal ini senada dengan pesan Prof. Hamid di awal bahwa mahasiswa harus aktif datang kepada promotor dengan menjadwalkan meet-up per pekan maupun per bulan, baik luring dan daring.

Prof Ali Mufrodi ikut mengomentari dengan menitikberatkan pentingnya uzlah (menyendiri) dalam mujahadah untuk proses menulis karya besar. Ini adalah upaya meneladani para tokoh ulama besar zaman dahulu, semisal Imam Al-Ghazali semasa menulis Magnum Opus Ihya’ Ulumiddin. Hal ini diamini oleh Prof. Kadir dengan menyatakan al-baaqiy al-amal biha, sisa dari semua nasihat ini adalah mengerjakannnya.

(Amir Reza Kusuma)